Sabtu, 14 April 2012

Hiroku kanazawa

Hirokazu Kanazawa di
Amerika dan Eropa
Tahun 1960 Kanazawa mulai
mengembangkan karirnya di
luar negeri. Tempat pertama
yang ditujunya adalah Hawaii.
Kanazawa menganggap
negara di luar Jepang
memang butuh lebih banyak
instruktur karate. Hal itu
karena kebanyakan instruktur
karate adalah eks prajurit
yang pernah belajar karate.
Namun karena terlalu singkat,
mereka belum mencapai sabuk
hitam. Akibatnya standar
mereka juga tidak begitu
tinggi.
“Kebanyakan mereka adalah
prajurit dan pernah berlatih
di dojo Okinawa maupun
Jepang. Karena berlatih dalam
waktu yang singkat,
kebanyakan mereka hanya
memegang sabuk coklat.
Mereka harus kembali ke
Amerika sebelum mendapat
sabuk hitam. Lalu mereka
mulai mengajar karate.”
Umumnya seorang instruktur
karate saat berpromosi akan
mendemonstrasikan kata atau
tameshiwari (pemecahan
benda keras). Namun lain
halnya dengan Kanazawa.
Saat di Hawaii dirinya mesti
bekerja keras dengan
melawan petarung dari
beragam disiplin bela diri. Mulai
dari kajukenbo, petinju hingga
pegulat pernah dihadapinya.
Sebagian dari lawannya
bahkan memegang peringkat
yang tinggi di organisasinya.
“Petinju dan pegulat adalah
orang yang kuat. Pukulan
mungkin bisa saja mereka
tahan, tapi tidak dengan
tendangan. Karena itu
kugunakan teknik jodan
mawashi geri (tendangan ke
arah pelipis) untuk pegulat
dan ashi barai (sapuan kaki)
untuk petinju.”Bang!!! begitu
terkena mereka langsung
tidak sadar.”
Meskipun banyak melawan
petarung dengan bela diri
bergaya barat, di Hawaii
Kanazawa juga sempat
melawan beberapa karateka.
Ada kisah unik dimana setelah
Kanazawa mengalahkan
seorang karateka dari aliran
Kushinkai, orang itu lalu
pindah pada Shotokan.
Usaha Kanazawa
mempromosikan Shotokan di
benua Amerika berhasil
dengan dibukanya cabang
perwakilan JKA di Hawaii. Dua
tahun kemudian Kanazawa
kembali ke Jepang.
Namun agaknya Kanazawa
tidak dapat berlama-lama di
Jepang. Tahun 1965 JKA
menugaskannya untuk
serangkaian promosi di benua
Eropa. Kanazawa yang
menyukai karate agaknya
tidak keberatan menerima
tugas berat itu.
“Aku sangat menyukai karate
dan kupikir karate
bermanfaat dalam segala hal
baik karakter, tubuh dan jiwa.
Itulah sebabnya aku ingin
membaginya dengan orang
lain. Tentu saja kuharap akan
ada persahabatan antara
Jepang dengan negara lain.
Saat JKA berkata, “kau harus
pergi” aku tidak keberatan,
karena aku menikmati
berkeliling dunia untuk
mengajar karate.”
Tahun 1965 Inggris menjadi
ekspansi Kanazawa
berikutnya. Sebuah tantangan
baru kembali dihadapi
Kanazawa. Namun kali ini
bukan berasal dari petarung
lain, melainkan dari orang
awam yang ingin belajar gaya
Shotokan JKA.
Orang barat ternyata
mempunyai perbedaan fisik
dengan orang Jepang.
Meskipun berpostur lebih
tinggi, orang barat ternyata
mempunyai masalah dengan
gerakan tertentu. Hal ini juga
dialami Teruyuki Okazaki
(pendiri ISKF) yang mengajar
di Amerika. Menurut Okazaki
jika orang Jepang mampu
melakukan lompat kelinci,
maka sebaliknya dengan
orang barat.
Melihat kelemahan itu,
Kanazawa mencoba
memikirkan cara lain. Dirinya
mulai mengubah sedikit
gerakan kata agar sesuai
dengan fisik orang barat.
Akibat tindakannya itu
Kanazawa sempat dituduh
telah mengubah esensi kata
Shotokan. Meski sempat
kontroversial, Kanazawa
menegaskan bahwa dirinya
tidak pernah mengubah inti
dari kata Shotokan. Dirinya
beralasan apa yang
dilakukannya hanya untuk
mempermudah metode
mengajarnya.
Seperti yang sudah diketahui
sebelumnya, Kanazawa
mempunyai kelebihan dalam
teknik tendangan. Saat
mengajar di Inggris dan
negara Eropa berikutnya,
Kanazawa mengurangi porsi
latihan pukulan. Dia melihat
kelebihan orang barat dalam
hal kekuatan kaki. Potensi ini
ditanggapi Kanazawa dengan
mengajarkan lebih banyak
tendangan. Inilah yang menjadi
salah satu alasan mengapa
hari ini karateka barat
terlihat lebih unggul dalam hal
tendangan.
Tahun 1968 Kanazawa
melanjutkan perjalanannya
menuju ke beberapa negara
Eropa. Masih di tahun yang
sama, Kanazawa ditunjuk
sebagai manajer utama tim
karate Eropa yang akan
berlaga di turnamen WUKO di
Meksiko. Penunjukkan ini
membuktikan figur Kanazawa
telah populer di kalangan
orang barat.
(Indoshotokan.blogspot.com)

Masatoshi nakayama

Masatoshi Nakayama
Bicara tentang pandangannya
tentang karate, Nakayama
mempunyai konsep yang lebih
luas. Jika sebagian orang
menyatakan manfaat karate
adalah untuk meningkatkan
kondisi fisik, maka Nakayama
menjabarkannya dengan lebih
luas. Menurut Nakayama
karate adalah sebuah latihan
fisik yang menggerakkan
seluruh anggota tubuh ke
segala arah baik berurutan
dan bersamaan.
Dengan didukung tekad yang
kuat, hanya berbekal tangan
kosong saja seseorang mampu
melancarkan teknik yang
terkontrol baik ke sasaran.
Dengan demikian teknik
karate yang dilakukan dengan
benar seharusnya efektif
meski menghadapi lawan
seperti apapun. Meski
Nakayama membenarkan
fungsi karate sebagai bela
diri, ditegaskan olehnya
bahwa tujuan karate sejak
dulu hingga kini masih sama.
Hal itu adalah sebagai dasar
yang kuat untuk
mengembangkan setiap
individu baik secara emosi,
fisik dan spiritual.
Dalam beberapa tulisan dan
wawancara dengannya,
Nakayama menegaskan bahwa
karate lebih dari sekedar
menang atau kalah. Karate
adalah “alat” untuk mengatasi
tantangan tidak hanya dalam
berlatih, namun juga dalam
hidup ini. Keyakinan ini masih
berhubungan dengan konsep
“do” (jalan, arah) yang
pernah diutarakan Funakoshi.
Bagi Nakayama konsep “do”
menjadikan seni karate
digunakan sebagai cara untuk
mencapai kebajikan dan
kesempurnaan karakter.
Dimana untuk mencapainya
butuh proses sepanjang hidup
karena di dunia ini tiada
seorangpun yang sempurna.
Diutarakan olehnya:
”Kemajuan seseorang dalam
seni karate-do mirip dengan
menaiki sebuah tangga atau
melangkah di jalan yang
curam. Seiring tubuh dan
pikiran yang tumbuh
bersamaan, seseorang akan
terus melangkah ke depan
dan naik, satu langkah dalam
satu waktu.”
Barangkali sudah bukan
rahasia lagi jika Nakayama
dituding sebagai tokoh yang
bertanggung jawab atas
munculnya kompetisi karate
(sport karate). Akibat
tindakan itu banyak orang
memujinya meski tidak sedikit
pula yang mencelanya. Mereka
yang memuji umumnya berasal
dari generasi baru karate
Jepang yaitu pasca Perang
Dunia II. Saat itu banyak anak
muda Jepang yang ingin
melihat karate dapat
dipertandingkan seperti
baseball atau basket. Mereka
berharap kompetisi karate
dapat menjadi semacam obat
bagi Jepang yang telah kalah
perang. Selain itu anak muda
Jepang juga ingin melanjutkan
kumite yang sempat
diperkenalkan sebelumnya.
Nakayama melihat hal itu
sebagai kesempatan untuk
mempopulerkan karate yang
sempat terhenti akibat krisis
perang. Dengan melakukan
berbagai riset, Nakayama
mulai membandingkan karate
dengan peraturan cabang
olah raga lain. Dengan latar
belakangnya sebagai profesor
bidang olah raga, Nakayama
tidak menemui kesulitan yang
berarti. Hasilnya adalah
turnamen karate JKA pertama
yang digelar tahun 1957 di
Tokyo. Acara itu sukses besar
hingga publik Jepang rela
berdesakan di dalam gedung
menyaksikan momen yang
diakui bersejarah sekaligus
revolusioner. Begitu hebohnya
hingga negara barat juga
kagum dengan keberhasilan
Jepang menggelar acara
semegah itu. Peristiwa itu
seakan menghapus memori
buruk akibat serangan bom
atom yang masih menyisakan
trauma hingga kini.
Namun ternyata tidak semua
pihak turut gembira dengan
kesuksesan Nakayama dan
JKA. Dibelakang gemerlap
kompetisi karate yang
pertama itu terbersit
penyesalan dan kekecewaan
dari murid-murid senior
Funakoshi. Mereka seakan
tidak percaya JKA berani
melanggar larangan Funakoshi
dengan terang-terangan.
Bahkan tidak sedikit yang
kemudian menganggap
Nakayama dan JKA telah
mengkhianati cita-cita
Funakoshi. Namun mereka
yang kecewa dengan hal itu
memilih untuk tidak
mengumbar konfrontasi
terbuka. Mereka lebih memilih
menyatukan mengumpulkan
rekan-rekannya yang masih
mempunyai tujuan sejalan
dengan prinsip Funakoshi.
Dengan tegas mereka
menyatakan menarik diri dari
segala turnamen,
komersialisasi karate dan
berharap para antusias
karate di dunia akan
mengetahui perbedaan antar
dua kelompok itu.
Gichin Funakoshi & Masatoshi
Nakayama
Meskipun banyak yang
menuduhnya sebagai otak
dibalik munculnya kompetisi
karate, Nakayama tampaknya
sangat berhati-hati
menanggapi masalah ini.
Nakayama sadar bahwa esensi
karate yang berubah akibat
kompetisi adalah pertanyaan
yang sangat sensitif dan sulit
dijawab. Sehingga hingga kini
memang sulit dibuktikan apa
tujuan sebenarnya Nakayama
menggelar acara itu. Murid-
murid Nakayama yang paling
awal seperti Hirokazu
Kanazawa (SKIF), Keigo Abe
(JSKA) dan Tetsuhiko Asai
(JKS) bahkan tidak
mengetahui motif Nakayama.
Orang terdekat Nakayama
yaitu Teruyuki Okazaki (ISKF)
yang membantunya meriset
peraturan kompetisi juga
tidak mampu berkomentar
banyak. Satu-satunya
argumentasi Nakayama
berkaitan dengan hal ini
adalah, dirinya menambahkan
peraturan olah raga dalam
karate untuk menghindari
resiko cedera akibat teknik
yang tidak terkontrol. Hal itu
dilakukan setelah Nakayama
mengamati kumite yang
terjadi tahun 1930-an.
Harus diakui pernyataan itu
tidaklah cukup menjawab
alasan sebenarnya Nakayama
berani menggelar kompetisi
karate. Akibatnya munculah
pernyataan yang serba
spekulatif dari publik karate
dunia. Misalnya kompetisi
sebenarnya tidak lebih dari
upaya Nakayama untuk
mempopulerkan karate JKA
keluar negeri. Seperti telah
diketahui bahwa orang barat
sulit menerima karate karena
filosofinya yang rumit dan
dinilai tidak masuk akal. Gegap
gempita kompetisi karate
seakan telah melupakan
pandangan orang barat
tentang filosofi karate. Bagi
mereka karate mirip dengan
olah raga seperti basket yang
berusaha mencuri poin
sebanyak mungkin. Sehingga
jika melihat cabang JKA yang
kini tersebar di luar negeri,
tidak heran banyak yang
mengidolakan sosok Nakayama.
Nakayama percaya bahwa
dirinya tidak pernah ingin
atau telah melanggar prinsip
Funakoshi meski menyebarkan
semangat karate dengan jalan
yang berbeda. Keyakinannya
senada dengan yang pernah
diungkapkan Funakoshi bahwa
karate sebenarnya seni bela
diri yang tidak pernah selesai.
Artinya, di masa depan karate
akan terus berkembang dan
berubah karena dipengaruhi
oleh banyak orang dan
banyak hal.
"Saat aku mati kelak, aku
berharap master Funakoshi
tidak akan memarahiku
karena memperkenalkan
karate sebagai kompetisi olah
raga (sport karate). Namun
kukira dia tidak akan terlalu
kecewa. Dia ingin aku
menyebarkan karate-do ke
penjuru dunia, dan kompetisi
karate telah berhasil
mewujudkannya." - Masatoshi
Nakayama -.
(Fokushotokan.com)

MASTER KARATE DO 1

Masatoshi Nakayama-
2
Posturnya terlihat
tegap dan kuat. Sorot
matanya tajam,
kadangkala terkesan
dingin bagi beberapa
orang. Sebagian
mengaguminya sebagai
figur yang berwibawa
dengan keahlian
karate yang tidak
diragukan lagi.
Sebagian membencinya
karena tindakannya
yang dianggap
melanggar larangan
sang guru.
Kontroversial, adalah
kata yang sering
melekat padanya.
Namun tidak diragukan
lagi, dia juga salah
satu loyalis dari Bapak
Karate Moderen. Jika
Funakoshi
menyebarkan karate
di Jepang, maka
dirinya telah
menyebarkan karate
ke penjuru dunia.
Masatoshi Nakayama
adalah salah satu
tokoh awal karate
Shotokan. Namanya
terkenal karena
merubah fungsi karate
sebagai kompetisi olah
raga, sebuah cita-cita
yang tidak pernah
diinginkan oleh
Funakoshi yang
menggunakan karate
sebagai “do”. Dilahirkan
di Prefektur
Yamaguchi tanggal 13
April 1913, Nakayama
masih mempunyai
hubungan dengan klan
Sanada yang
legendaris. Keluarga
Nakayama secara
turun-temurun
menguasai bela diri
tradisional Jepang.
Naotoshi (ayahnya)
belajar judo sedangkan
Naomichi (kakeknya)
terkenal sebagai
instruktur kendo
ternama. Antusias
pada bela diri agaknya
mengalir dalam darah
Nakayama yang juga
berlatih kendo dan
judo sejak anak-anak.
Saat usianya beranjak
remaja, Nakayama
pindah ke Taiwan
untuk meneruskan
sekolahnya. Sebagai
anak muda yang
bersemangat,
Nakayama terlibat
dalam banyak kegiatan
klub seperti atletik,
renang, tennis dan ski.
Meski sangat sibuk
Nakayama tidak
melupakan latihan
kendonya. Sang kakek
sangat gembira
melihat cucunya
menggeluti bela diri
yang sama dengannya.
Dirinya berharap agar
kelak Nakayama akan
mengikuti jejaknya
sebagai instruktur
kendo. Namun
ternyata hal lain
justru ada dalam
benak Nakayama.
Belajar di Taiwan
agaknya menimbulkan
rasa penasaran
sekaligus keinginan
untuk pergi Cina.
Namun saat itu tidak
mudah mencapainya
karena dibutuhkan
biaya yang tinggi.
Nakayama kemudian
memilih Universitas
Takushoku untuk
mewujudkan impiannya.
Saat itu lulusan
Takushoku memang
banyak dikirim ke
negara Asia untuk
bekerja atau sebagai
wakil Jepang.
Tahun 1932 diam-diam
Nakayama mengikui
tes masuk di
Universitas Takushoku
dan berhasil lulus.
Nakayama sangat
beruntung karena
Takushoku terkenal
sebagai universitas
dengan koleksi bela
diri tradisional Jepang
yang lengkap. Dengan
demikian dirinya tidak
perlu susah-susah
melanjutkan latihan
kendonya. Saat jadwal
latihan untuk seluruh
kegiatan klub akhirnya
diterbitkan, Nakayama
ternyata keliru
membaca jadwal
latihan kendo yang
terbalik dengan
karate. Begitu datang
ke dojo, Nakayama
baru menyadari bahwa
dirinya hadir di hari
yang salah. Meski
kecewa, Nakayama
tidak langsung pulang,
melainkan ingin melihat
latihan karate dari
dekat.
“…Di surat kabar aku
telah membaca
tentang karate,
namun aku tidak
begitu banyak
mengetahuinya,
karena itu kuputuskan
untuk duduk dan
melihatnya sebentar.
Tidak lama, seorang
laki-laki tua datang ke
dojo dan mulai
memberi aba-aba pada
para murid. Dia benar-
benar sangat ramah
dan tersenyum pada
siapapun, tapi tidak
diragukan lagi bahwa
dia adalah instruktur
kepala. Hari itu, aku
melihat Master
Funakoshi dan karate
untuk pertama kalinya.
Aku menyukainya dan
karena itu aku ingin
mencoba karate pada
latihan berikutnya,
karena dengan
pengalamanku di
kendo seharusnya
karate akan lebih
mudah. Pada latihan
berikutnya, dua hal
yang terjadi telah
mengubah hidupku;
Pertama, aku benar-
benar telah lupa
dengan kendo, dan
kedua, aku
menemukan bahwa
seluruh teknik karate
ternyata tidak mudah
dikerjakan. Sejak hari
itu hingga sekarang,
aku tidak pernah
kehilangan semangat
untuk berusaha
menguasai teknik
karate-do.”
Begitulah, Nakayama
kemudian mulai
menjalani latihan
karate di Takushoku
yang terkenal paling
berat dan melelahkan.
Saat itu hanya ada
dua macam latihan
karate, yaitu memukul
makiwara sekitar 1000
kali dan mengerjakan
satu macam kata
50-60 kali. Latihan
yang membosankan
namun menuntut fisik
dan semangat yang
prima itu berlangsung
selama 5 jam.
Akibatnya tidak
banyak murid yang
mampu bertahan,
hingga dalam waktu 6
bulan hanya tersisa
sedikit saja. Nakayama
terus bertahan dan
mengerjakan
seluruhnya tanpa
mengeluh.
Setahun setelah
Nakayama bergabung
dengan klub karate,
latihan kumite mulai
diperkenalkan. Tahun
1933 berturut-turut
gohon kumite (5
teknik), sanbon kumite
(3 teknik) dan ippon
kumite (1 teknik) mulai
diajarkan. Nakayama
yang sebelumnya telah
belajar kendo tidak
begitu kesulitan
dengan latihan model
baru ini. Tahun 1934
kumite setengah
bebas (jiyu ippon
kumite) diajarkan dan
ternyata mendapat
respon yang positif
dari kalangan
mahasiswa. Model
kumite ini adalah
inovasi dari Yoshitaka
Funakoshi yang
terinspirasi dari latihan
kendo. Sayangnya
Nakayama saat itu
telah pergi ke Cina
hingga tidak begitu
lama merasakan jiyu
ippon kumite. Saat itu
latihan kumite
dianggap sebagai
pengusir kebosanan
dengan latihan
Funakoshi yang hanya
fokus pada kihon dan
kata saja.
Tahun 1937 menjadi
tahun yang melelahkan
namun
menggembirakan bagi
Nakayama. Saat itu
Nakayama berhasil
lulus dari Takushoku
namun harus pergi ke
Cina sebagai wakil
pertukaran pelajar
dengan Universitas
Peking. Nakayama
dipilih karena
termasuk pemuda
yang pandai, apalagi
sebelumnya telah
belajar bahasa Cina di
sela kesibukan
karatenya. Saat akan
kembali ke Jepang,
Nakayama ternyata
harus menundanya
karena bekerja untuk
pemerintah Cina
selama beberapa
waktu. Tahun 1946
Nakayama baru
kembali ke Jepang,
setahun setelah
negara itu mendapat
mimpi buruk akibat
kalah perang. Saat
itulah Nakayama
mendapati kenyataan
pahit dengan banyak
rekannya di dojo telah
tewas. Meski sulit,
Nakayama berusaha
mengumpulkan mereka
yang pernah aktif
berlatih karate dan
mencoba mengorganisir
latihan seperti
sebelum perang. Tahun
1947 Nakayama
menjadi instruktur
kepala di Takushoku
menggantikan
Funakoshi. Upaya
Nakayama berhasil
mengembalikan
reputasi Takushoku
sebagai yang paling
aktif dalam karate
sesama dojo
universitas.
Angin perubahan dunia
karate Jepang terjadi
tahun 1949 saat
dibentuk Japan Karate
Association (JKA).
Organisasi ini muncul
setelah beberapa
murid senior Funakoshi
menginginkan satu
wadah yang resmi
karate. Lebih jauh
untuk menyatukan
seluruh praktisi karate
Jepang yang tercerai
berai pasca perang.
Meskipun dalam JKA
Funakoshi bertindak
sebagai guru besar
kehormatan, namun
usia yang telah lebih
dari 80 tahun
membuatnya tidak
mungkin bertindak
sebagai instruktur.
Karena itulah
Nakayama dipilih
sebagai instruktur
kepala mewakili
Funakoshi. Tidak lama
sesudahnya, tahun
1952 bagian
pendidikan jasmani di
Takushoku meminta
bantuannya sebagai
staf pengajar. Posisi
itu adalah awal
karirnya, karena di
masa mendatang
Nakayama menjadi
kepala di divisi
tersebut.
Setelah Funakoshi
meninggal dunia,
Nakayama berperan
besar dalam proses
awal JKA hingga
menjadi besar seperti
sekarang. Selain
sebagai instruktur
kepala, Nakayama
melakukan banyak
riset dalam karate.
Agaknya posisi yang
dekat dengan dunia
akademis membuat
Nakayama tidak
kesulitan dengan hal
itu. Hasilnya adalah
apa yang terlihat
dalam JKA moderen
saat ini tampil sebagai
organisasi karate yang
terbesar di dunia. Ada
tiga hal utama yang
dianggap sebagai
inovasi terbaik dari
Nakayama, yaitu:
menyebarkan karate
ke penjuru dunia,
program pelatihan
calon instruktur JKA
dan kompetisi karate.
Meski banyak
mendapat repon
positif, seluruhnya
program itu masih
menyisakan pro dan
kontra bahkan hingga
kini.
Untuk mendukung
promosi Shotokan JKA,
Nakayama menerbitkan
banyak buku karate.
Diantaranya adalah
“Dynamic
Karate” (1965, 2
volume), Best Karate
(1977, 11 volume),
“Katas of Karate” (5
volume) dan “Superior
Karate” (11 volume).
(Fokushotokan.com)

riwayat luca valdesi

Luca Valdesi
Sebuah tendangan meluncur
deras dari kakinya menuju
sasaran kepala yang segera
disusul sebuah pukulan lurus
dengan sebuah teriakan
keras. Penonton yang
sebelumnya terdiam karena
menyaksikan penampilannya
segera riuh bertepuk tangan.
Tidak lama kemudian laki-laki
ini segera menutup
gerakannya dan memberikan
hormat. Bendera dari wasit
dan juri diangkat sebagai
tanda kemenangan berpihak
padanya. Luca Valdesi dari
Italia yang baru saja
menampilkan kata Gankaku
ternyata kembali meraih gelar
juara dunianya.
Bagi mereka yang berlaga di
nomor kata sudah tidak asing
lagi dengan nama Luca Valdesi.
Dirinya diakui sebagai salah
satu figur yang mampu
menunjukkan karakter kata
Shotokan dengan maksimal.
Peringkat 1 dunia ternyata
sudah berhasil diraihnya
pertama kali pada tahun
2000. Namun setelah itu
peringkatnya sempat melorot
ke posisi 2 dan 3 dunia meski
akhirnya kembali ke posisi
teratas. Walaupun sempat
naik turun, Valdesi berhasil
memantapkan posisinya di
peringkat 1 dunia sejak tahun
2006 hingga sekarang. Tidak
heran jika banyak lawannya
dari negara lain menganggap
Valdesi sebagai kompetitor
terberat baik pada nomor
perorangan maupun beregu.
Luca Valdesi lahir tanggal 18
Juni 1976 di Palermo, Sicilia.
Awal keterlibatannya dalam
karate dimulai saat usianya
baru 6 tahun. Ayah dan
pamannya ternyata juga
memegang sabuk hitam
karate, sehingga bagi Valdesi
bergabung dengan tim karate
tak ubahnya semacam tradisi
keluarga. Di awal
perkenalannya dengan karate,
Andrea (ayah Valdesi) selalu
membawanya di beberapa klub
lokal di kota itu.
Tahun 1995 Valdesi bergabung
dengan Fiamme Gialle, sebuah
tim karate bergengsi yang
bernaung dibawah otoritas
Kepolisian Italia. Disini Valdesi
dibimbing oleh Claudio Culasso
yang menjabat sebagai kepala
instruktur. Tidak lama
kemudian sebuah turnamen
lokal berskala nasional digelar
di Italia. Di turnamen itu
Valdesi berhasil meraih gelar
pertamanya di usianya yang
masih 18 tahun. Sejak itu
dirinya terus mengasah
kemampuannya hingga
turnamen internasional tiba.
Meski awalnya tidak cukup
yakin mampu berlaga di nomor
bergengsi kata perorangan,
Valdesi ternyata berhasil
menempati posisi puncak
dalam European Championships
yang digelar tahun 2000 itu.
Dan sejak itu gelar juara dari
berbagai turnamen selalu
berhasil diraihnya.
Disela kesibukannya dalam
karate, Valdesi tetap tidak
melupakan kehidupan
pribadinya. Tahun 2001 dirinya
menikahi Ada Spinella, seorang
penari sekaligus selebriti
ternama. 3 tahun kemudian
anak pertamanya, Andrea,
lahir. Beberapa bulan
kemudian dirinya lulus dari
Universitas dengan meraih
gelar sarjana dari jurusan
ekonomi bisnis.
Saat ini banyak organisasi
karate yang sengaja
mengubah kata baik pada
gerakan maupun iramanya
agar terlihat lebih indah dan
cepat. Valdesi menyatakan
akan tetap berusaha
mempertahankan prinsip dasar
gerakan setiap kata. Namun
demikian dirinya tidak
menampik dengan kenyataan
bahwa seiring berjalannya
waktu, karate saat ini telah
banyak berubah.
“Di semua cabang olah raga
baik metode dan penampilan
telah berubah. 20 tahun lalu,
rekor lari berbeda, hal itu
sama dengan karate. Waktu
telah merubahnya.”
Antonio Diaz (kiri) dengan
Chatanyara Kushanku di final
turnamen WKF 2008 di Tokyo
melawan Luca Valdesi dengan
Gankaku. Pertandingan itu
dimenangkan Valdesi.
Meskipun banyak orang yang
memuji kecepatan tangan dan
kaki Valdesi, namun tidak
sedikit pula yang
mengkritiknya. Bahkan di salah
satu situs video sharing ada
juga yang menyebut Valdesi
sebagai si “tupai” karena
saking cepatnya. Sebuah
komentar negatif namun
cukup menggelikan memang.
Ada juga komentar miring
lainnya yang menilai gaya
Valdesi dianggap terlalu
menonjolkan sisi sport karate
daripada esensi teknik.
Dengan kata lain, Valdesi
hanya dianggap terlalu
mementingkan keindahan
gerak tak ubahnya penari
dibanding menunjukkan makna
bela diri. Namun karena itulah
yang dituntut dari sport
karate, gaya Valdesi agaknya
tidak perlu diperdebatkan.
Jika setiap orang yang
berlatih karate mempunyai
kata favorit, maka demikian
pula halnya dengan Valdesi.
“Kata favoritku adalah Unsu
dan Gankaku. Yang pertama
adalah sebuah kata yang
sangat cepat dan spektakuler.
Aku dapat menunjukkan
karakterku didalamnya; yang
kedua merupakan kata paling
sulit di Shotokan karena
membutuhkan keseimbangan
dan konsentrasi yang
besar….tubuh dan pikiran..”
Barangkali dari sebagian
banyak rival Valdesi hanya
Antonio Diaz yang terbilang
cukup tangguh untuk berlaga
dengannya. Antonio Jose Diaz
Fernandez adalah karateka
Venezuela terbaik yang
meraih medali perunggu dalam
turnamen di tahun 2002, 2004
dan 2006 di nomor kata
perorangan. Diaz yang
terkenal dengan kata
Chatanyara Kushanku sebagai
andalannya ini juga menjadi
juara pertama di turnamen
Pan America di tahun 2005,
2006 dan 2007. Terakhir Diaz
berhasil meraih medali
emasnya di Curacao (2009).
Meski pertemuan Valdesi dan
Diaz cukup sering (11 kali
total), penampilan mereka
tidak pernah membosankan.
Penonton agaknya selalu
penasaran siapa pemenang
antara Valdesi (Unsu –
Gankaku) dengan Diaz
(Superimpai – Chatanyara
Kushanku)
Di usianya sekarang (2012)
yang sudah terbilang tua
sebagai atlit, Valdesi masih
saja aktif berlaga di nomor
spesialisasinya yaitu kata
perorangan. Di tengah
persaingan yang semakin
ketat dengan munculnya atlit
baru yang lebih muda dan
enerjik, nama Valdesi ternyata
masih sulit digeser dari
peringkat 1 dunia saat ini.
Bicara masalah keinginannya
selepas pensiun dari kompetisi
karate, Valdesi begitu
antusias ingin keliling dunia
sambil memberikan berbagai
seminar dan pelatihan.
“Aku ingin berkeliling dunia
memberikan pelajaran dan
seminar dan aku menyukainya.
Aku juga ingin berbagi apa
yang telah kupelajari untuk
membantu membimbing calon
kompetitor baru dalam
turnamen.” ungkapnya.
(Fokushotokan.com)

filosofi karate 3

1. RAKKA (Bunga
Yang Berguguran)
Adalah konsep bela diri
atau pertahanan di dalam
Karate. Ia bermaksud
setiap tehnik pertahanan
itu perlu dilakukan
dengan bertenaga dan
mantap agar dengan
menggunakan satu tehnik
pun sudah cukup untuk
membela diri sehingga
diumpamakan jika tehnik
itu dilakukan ke atas
pokok, maka semua
bunga dari pokok
tersebut akan jatuh
berguguran. Contohnya
jika ada orang menyerang
dengan menumbuk muka,
si pengamal Karate boleh
menggunakan tehnik
menangkis atas. Sekiranya
tangkisan atas itu cukup
kuat dan mantap, ia
boleh mematahkan tangan
yang menumbuk itu.
Dengan itu tidak perlu
lagi membuat serangan
susulan pun sudah cukup
untuk membela diri.
2. MIZU NO KOKORO
(Minda Itu Seperti
Air)
Konsep ini bermaksud
bahwa untuk tujuan bela
diri, minda (pikiran)
perlulah dijaga dan dilatih
agar selalu tenang.
Apabila minda tenang,
maka mudah untuk
pengamal bela diri untuk
mengelak atau menangkis
serangan. Minda itu
seumpama air di danau.
Bila bulan mengambang,
kita akan dapat melihat
bayangan bulan dengan
terang di danau yang
tenang. Sekiranya dilontar
batu kecil ke danau
tersebut, bayangan bulan
di danau itu akan kabur.
Adapun ciri khas dan
latar belakang dari
berbagai aliran Karate
yang termasuk dalam "4
besar JKF" adalah sebagai
berikut :
2.1. SHOTOKAN
Shoto adalah nama pena
Gichin Funakoshi, Kan
dapat diartikan sebagai
gedung/bangunan.
Sehingga Shotokan dapat
diterjemahkan sebagai
Perguruan Funakoshi.
Gichin Funakoshi
merupakan pelopor yang
membawa ilmu Karate dari
Okinawa ke Jepang. Aliran
Shotokan merupakan
akumulasi dan
standardisasi dari
berbagai perguruan
Karate di Okinawa yang
pernah dipelajari oleh
Gichin Funakoshi.
Berpegang pada konsep
Ichigeki Hissatsu, yaitu
satu gerakan dapat
membunuh lawan.
Shotokan menggunakan
kuda-kuda yang rendah
serta pukulan dan
tangkisan yang keras.
Gerakan Shotokan
cenderung linear/frontal,
sehingga praktisi
Shotokan berani langsung
beradu pukulan dan
tangkisan dengan lawan.
2.2. GOJU-RYU
Goju memiliki arti keras-
lembut. Aliran ini
memadukan tehnik keras
dan tehnik lembut, dan
merupakan salah satu
perguruan Karate
tradisional di Okinawa
yang memiliki sejarah
yang panjang. Dengan
meningkatnya popularitas
Karate di Jepang (setelah
masuknya Shotokan ke
Jepang), aliran Goju ini
dibawa ke Jepang oleh
Chojun Miyagi. Miyagi
memperbarui banyak
tehnik-tehnik aliran ini
menjadi aliran Goju-ryu
yang sekarang, sehingga
banyak orang yang
menganggap Chojun
Miyagi sebagai pendiri
Goju-ryu. Berpegang pada
konsep bahwa "dalam
pertarungan yang
sesungguhnya, kita harus
bisa menerima dan
membalas pukulan".
Sehinga Goju-ryu
menekankan pada latihan
SANCHIN atau pernapasan
dasar, agar para
praktisinya dapat
memberikan pukulan yang
dahsyat dan menerima
pukulan dari lawan tanpa
terluka. Goju-ryu
menggunakan tangkisan
yang bersifat circular
serta senang melakukan
pertarungan jarak rapat.
2.3. SHITO-RYU
Aliran Shito-Ryu terkenal
dengan keahlian bermain
KATA, terbukti dari
banyaknya KATA yang
diajarkan di aliran Shito-
Ryu, yaitu ada 30 sampai
40 KATA, lebih banyak
dari aliran lain. Sebagai
perbandingan, Shotokan
memiliki 25, Wado memiliki
17, Goju memiliki 12 KATA.
Dalam pertarungan, ahli
Karate Shito-Ryu dapat
menyesuaikan diri dengan
kondisi, mereka bisa
bertarung seperti
Shotokan secara frontal,
maupun dengan jarak
rapat seperti Goju.
2.4. WADO-RYU
Adalah aliran Karate yang
unik karena berakar pada
seni beladiri Shindo
Yoshin-Ryu Jujutsu,
sebuah aliran beladiri
Jepang yang memiliki
tehnik kuncian persendian
dan lemparan. Sehingga
Wado-Ryu selain
mengajarkan tehnik
Karate juga mengajarkan
tehnik kuncian persendian
dan lemparan/ bantingan
Jujutsu. Didalam
pertarungan, ahli Wado-
Ryu menggunakan prinsip
Jujutsu yaitu tidak mau
mengadu tenaga secara
frontal, lebih banyak
menggunakan tangkisan
yang bersifat mengalir
(bukan tangkisan keras),
dan terkadang
menggunakan tehnik
Jujutsu seperti bantingan
dan sapuan kaki untuk
menjatuhkan lawan. Akan
tetapi, dalam
pertandingan FORKI dan
JKF, para praktisi Wado-
Ryu juga mampu
menyesuaikan diri dengan
peraturan yang ada dan
bertanding tanpa
menggunakan jurus-jurus
Jujutsu tersebut.
2.5. KYOKUSHIN
Kyokushin tidak termasuk
dalam 4 besar Japan
Karatedo Federation.
Akan tetapi aliran ini
sangat terkenal baik
didalam maupun diluar
Jepang, serta turut
berjasa mempopulerkan
Karate di seluruh dunia,
terutama pada tahun
1970 an. Aliran ini
didirikan oleh Sosai
Masutatsu Oyama. Nama
Kyokushin mempunyai arti
kebenaran tertinggi.
Aliran ini menganut
system Budo Karate,
dimana praktisi-
praktisinya dituntut
untuk berani melakukan
full contact kumite, yakni
tanpa pelindung, untuk
mendalami arti yang
sebenarnya dari seni
beladiri Karate serta
melatih jiwa/semangat
keprajuritan (budo). Aliran
ini juga menerapkan
hyakunin kumite (kumite
100 orang) sebagai ujian
tertinggi, dimana
Karateka diuji melakukan
100 kumite berturut-
turut tanpa kalah. Sosai
Oyama sendiri telah
melakukan kumite 300
orang. Adalah umum bagi
praktisi aliran ini untuk
melakukan 5 - 10 kumite
berturut-turut.

Jumat, 13 April 2012

filosofi karate 1

Menurut Sensei Horyu
Matsuzaki guru besar kushin
ryu, Karate memang seperti
pakaian dalam. Maksudnya, dia
melekat pada diri, tapi tak
pantas terlihat, apalagi
sengaja diperlihatkan. Orang
mempelajari ilmu bela diri
justru agar tak tampak galak.
Di keseharian, ada dua gaya
hidup seni bela diri. Pertama,
yang mementingkan
peningkatan ilmu untuk
memahami hakikat hidup dan
mencapai jatidiri tertinggi
sehingga bersikap rendah
hati, dan sebaliknya, yang
berniat memanfaatkan ilmu
untuk memburu "nama baik"
dan nama besar.
"Siapa saja yang ingin
menguasai karate, pertama
dan terpenting tak iri hati,
berburuk sangka, mesti selalu
rendah hati, pemurah,
berperilaku baik, memelihara
ketenangan spiritual,
berusaha keras menjadi
teladan bagi semua,"
ungkapnya.

Filosofi Karate Do

Filosofi Karate
Karate sangat dipengaruhi oleh
Filosofi yang harus di pahami
dan di mengerti oleh para
Sempai (pelatih/instruktur)
maupun Kohai (siswanya). Agar
mereka mencapai DO (jalan yang
sebenarnya). Untuk mencapai DO
maka para Karateka harus
senantiasa memiliki REI (sikap
saling menghormati) MEIKYO
(berpikir positif), MUGA
(berkosentrasi penuh) USHIN
(melekat pada ajaran), SHUBAKU
(senantiasa berhati lembut), TAI
NO SEN (senantiasa memiliki
inisiatif), dan KEIKO (rajin).
Apabila filosofi dipraktekan maka
akan lahir para Karateka yang
disiplin, jujur, percaya diri, sehat
dan kuat. Hal ini amat relevan
bagi profil prajurit yang harus
tanggap, tanggon dan
trengginas. Bagi para Karateka
yang telah menjiwai latihan
Karate secara sungguh-sungguh
melalui latihan yang terus
menerus dan teratur akan
menemukan MYO (rahasia yang
tersembunyi) berupa lahirnya
intuisi, kekuatan fisik dan
spiritual yang terkadang tidak
dapat dicerna dengan akal
sehat seperti mampu memecah
benda-benda keras (SHIWARI),
SINKANG (melompat tinggi) dan
memiliki kekuatan super
sebagaimana yang dialami para
leluhur beladiri Karate. Benarlah
apa yang diucapkan Gichin
Funakoshi bahwa Tuhan telah
menciptakan alam dan tubuh
manusia dengan berbagai tujuan.
Tetapi barang siapa yang
menggunakan kepalan tangan
tanpa tujuan yang mulia dan
perhitungan yang matang maka
ia akan kehilangan harga dirinya
di hadapan Tuhan dan manusia.